Kamis, 26/12/2024 01:22 WIB

DPR Tegaskan Pemerintah Gagal Selesaikan Akar Masalah Minyak Goreng

Masyarakat berhak curiga jika pengawasan oleh pemerintah terhadap kepatuhan pengusaha dalam memenuhi DMO 20 persen CPO tidak berjalan.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Kasus kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng kembali terulang. Alih-alih menyelesaikan akar masalahnya, pemerintah hanya sibuk mengatur sisi hilir atau pemasaran akhir.

Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, heran kelangkaan minyak goreng murah kembali terulang. Masyarakat menengah bawah, terutama pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) pun kembali menjadi korbannya.

Politikus PKS ini menilai, akar masalahnya klasik yakni berkurangnya pasokan bahan baku atau crude palm oil (CPO). Kelangkaan pasokan CPO seharusnya tidak terjadi apabila pengusaha sawit mematuhi kewajiban penyediaan domestic market obligation (DMO).

"Masyarakat berhak curiga jika pengawasan oleh pemerintah terhadap kepatuhan pengusaha dalam memenuhi DMO 20 persen CPO tidak berjalan," kata Amin kepada wartawan, Kamis (2/2).

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 49/2022 tentang Tata Kelola Program Minyak Goreng Rakyat mewajibkan pelaku usaha sawit untuk menyediakan DMO CPO sebesar 450 ribu ton per bulan, sementara kebutuhan CPO untuk minyak goreng di dalam negeri sekitar 300 ribu ton per bulan.

Permasalahannya, apakah pengusaha betul-betul mematuhi ketentuan DMO 20 persen CPO? Kemudian apakah betul CPO tersebut dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri dalam artian minyak goreng yang diproduksi itu betul-betul didistribusikan untuk kebutuhan dalam negeri?

"Saya melihat ada kelalaian pemerintah dalam memonitor pasokan minyak sawit atau CPO," tegasnya.

Amin Ak menerangkan, apabila aturan Permendag tersebut dilaksanakan dengan baik, pasokan CPO seharusnya lebih dari cukup bahkan tersedia cadangan yang bisa digunakan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kebutuhan.

Sedangkan alasan pasokan CPO tersedot untuk program biodiesel B35, menurut Amin, merupakan alasan yang tidak logis. Program Biodiesel sendiri ditujukan untuk menyerap kelebihan pasokan akibat larangan impor CPO Indonesia oleh negara-negara Uni Eropa.

"Kok aneh jika program biodiesel B35 menyedot CPO untuk minyak goreng rakyat, ditengah turunnya permintaan ekspor akibat larangan impor oleh Uni Eropa. Seharusnya biodiesel diprioritaskan untuk menampung kelebihan produksi CPO non DMO," jelasnya.

Oleh karena itu, Amin Ak mendesak pemerintah membuka hasil audit implementasi kepatuhan pengusaha dalam memenuhi DMO CPO.

"Audit secara konsisten penting untuk menjaga stabilitas dan pengendalian harga dan pasokan minyak goreng di dalam negeri, terutama minyak goreng," pungkasnya.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VI PKS Amin Ak minyak goreng CPO Kemendag




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :